Implementasi Pengelolaan Pesisir Terpadu di Kawasan Arafuru dan Laut Timor
- Admin
- Berita
Ekosistem laut dan pesisir menyediakan berbagai layanan jasa yang penting bagi manusia karena merupakan komponen dari pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran. Namun demikian sebagian besar ekosistem laut dan pesisir telah terdegradasi akibat eksploitasi dan kondisinya memburuk lebih cepat dari ekosistem lainnya.
“Pemicu utama perubahan, degradasi atau hilangnya sumber daya laut dan ekosistem dan jasa pesisir sebagian besar bersifat antropogenik,” jelas Dr Handoko Adi Susanto, dalam Lecture Series 3 in Tropical Ocean Economics yang digelar oleh Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis IPB University.
Dr Handoko menjelaskan manfaat dari ekosistem pesisir sangat penting. Secara ekonomi, ekosistem pesisir menyediakan layanan senilai 33 triliun USD setiap tahunnya. Di mana, 63 persen dari nilai perkiraan disumbangkan oleh sistem kelautan, khususnya pesisir.
Regional Project Manager ATSEA (Arafura and Timor Seas Ecosystem Action) ini menyebut, nilai ekonomi pesisir Indonesia dan keanekaragaman hayati laut pada tahun 2016 diperkirakan mencapai Rp 1.353 triliun. Nilai ini terdiri atas Rp 340 triliun dari bakau (mangrove), Rp 76 triliun lamun (seagrass), dan Rp 936 triliun dari terumbu karang (coral reefs).
“ICM (Integrated Coast Management) adalah sistem pengelolaan pesisir untuk mengatur perilaku manusia. Upaya ini juga untuk melestarikan integritas fungsional ekosistem darat dan laut demi mencapai pembangunan wilayah pesisir yang berkelanjutan,” tambah Handoko.
Selama bertahun-tahun, katanya, sistem ICM telah dikembangkan untuk praktik pengelolaan pesisir secara komprehensif, sistematis, terencana, partisipatif, terdokumentasi dan terkodifikasi. Ia mengaku, program ICM lebih efektif jika diambil alih oleh pemerintah daerah.
Tujuan dari program ICM adalah mencapai pembangunan berkelanjutan melalui integrasi perencanaan dan manajemen antar lembaga. Kolaborasi multi-sektoral dan kemitraan ini untuk menyelesaikan konflik penggunaan sumber daya, menjaga integritas fungsional ekosistem dan kesehatan lingkungan dan memfasilitasi kemajuan pembangunan multisektoral.
Menurut Dr Handoko, kawasan ATS (Arafura & Timor Seas) diperkirakan memiliki nilai ekonomi total sebesar 7.3 miliar USD. Dengan kontribusi tertinggi dari pariwisata, perikanan, kayu, dan akuakultur.
“Berdasarkan penjelasan pemateri, saya melihat selain integrasi dan pendekatan komprehensif pada akhirnya bagaimana aktor-aktor yang terlibat itu bisa membangun visi yang sama dan konsolidasi yang kuat karena peran manusia dalam hal ini sangat sentral,” tutup Dr Eva Anggraini, Direktur Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis IPB University. (*/RA)